Lahan gambut sangat rawan terbakar terutama di saat musim kemarau. Kebakaran hutan gambut sepertinya sudah rutin terjadi setiap tahun dan menyebabkan gangguan asap yang menjadi bencana nyata bagi kota-kota di Kalimantan dan Sumatera dan bahkan polusi asap sudah sampai menyebar ke negara tetangga Singapura dan Malaysia yang mengganggu aktivitas masyarakat hingga menghentikan aktivitas penerbangan.
Bencana kebakaran hutan musiman ini sudah menjadi perhatian dunia dan memerlukan penanganan lebih lanjut.
Regulasi untuk mencegah kebakaran lahan gambut telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang sistematis dan terpadu meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam perlindungan lahan gambut adalah jumlah air tanah yang terdapat pada lahan tersebut. PP ini menetapkan bahwa ekosistem gambut dikelompokkan dalam Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya.
Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dinyatakan rusak apabila terdapat drainase buatan di lahan yang telah ditetapkan, tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut dan/atau terjadi pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan.
Sedangkan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak apabila muka air tanah di lahan Gambut lebih dari 0,4 meter di bawah permukaan Gambut dan/atau tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut.
Lebih jauh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 15 Tahun 2017 tentang tata cara pengukuran muka air tanah di titik penataan ekosistem gambut pada pasal 2 ayat 4 menetapkan bahwa titik penaatan muka air tanah ditetapkan pada paling sedikit 15% dari seluruh jumlah petak tanaman pokok atau blok produksi dan berada di tengah (centroid) petak tanaman pokok atau blok produksi.
Pengukuran muka air tanah dapat dilakukan secara manual minimal satu kali dalam dua minggu dan otomatis minimal satu kali dalam sehari. Pasal 11 mengamanatkan bahwa dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah tersebut maka diperlukan sistem yang mampu mengamati secara real time dan kontinu terhadap jumlah air pada lahan gambut melalui portal yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang terkait. Pengamatan muka air akan dilakukan dengan memantau pergerakan naik turunya muka air lahan gambut untuk memastikan kandungan air dibawah permukaan gambut.
Pengamatan muka air pada lahan gambut dapat dilakukan dengan menggunakan sistem dengan sensor pressure gauge ke dalam lahan gambut. Alat ini memanfaatkan sensor tekanan untuk mengestimasi ketinggian muka air pada titik tertentu.
Pemantauan tinggi muka air lahan gambut secara nasional pada saat ini dirasakan belum optimal, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
- Menggunakan pengamatan secara manual, sehingga hasil yang didapat tidak akurat.
- Terdapat juga penggunaan beberapa alat namun masih dioperasikan secara offline dan tidak dapat dipantau secara real time, sehingga hasilnya tidak efisien.
- Perangkat digital yang digunakan selama ini juga merupakan barang import,
sehingga biaya pengadaan serta perawatan membutuhkan biaya relatif tidak murah.
- Belum tersedia jaringan pengamatan yang terdistribusi di seluruh lahan gambut nasional dan terintegrasi secara online untuk mendukung sistem pencegahan kebakaran lahan gambut.
Metode pengamatan Luwes Water Sensor (Pressure Gauge) diusulkan bersifat permanen dan kontinyu sehingga dapat menghasilkan data time series periode panjang dengan kualitas pengamatan yang homogen. Sistem pemantauannya dibuat real time berbasis web yang dapat dipantau baik melalui office computer maupun dengan smartphone sehingga proses pengamatan dapat terpantau baik dimana saja dan kapan saja sepanjang ada koneksi internet.
Peralatan ini dirancang dan dipabrikasi di Indonesia dengan kandungan lokal sekitar 80%. Manufakturing printed circuit board (PCB) dilakukan dengan menggunakan teknologi Korea. Peralatan ini sudah teruji handal dan teliti, ketelitian milimeter dan bacaan dapat disinkronisasi dengan bacaan palem ukur ditempat dengan menggunakan perintah via SMS atau laptop. Alat ini dilengkapi dengan memori card (4GB) untuk memberi dukungan bila terdapat gangguan komunikasi data.
Pemasangannya mengedepankan sistem plug and play, sehingga praktis untuk digunakan. Keunggulan alat ini adalah dapat mengirim data real time via GPRS kepada web cloud computing server, sehingga user tidak perlu menyiapkan server atau komputer khusus untuk display dan penyimpanan data.
Data base juga tersedia online sehingga pengguna dapat setiap saat mendownload data numeris dalam format spreadsheet atau ascii untuk dapat diproses lanjut dalam menghitung konstanta harmonik atau prediksi.
Pemasangan sensor pengukur muka air tanah gambut akan ditempatkan pada empat pipa PVC dengan kedalaman dua meter untuk menjaga kualitas alat serta ketelitian pengamatan.
Komponen Sistem Luwes Pressure Gauge terdiri atas : 1) sensor pressure gauge, 2) data logger, 3) solar panel, 4) baterai, 5) panel box, dan 6) web display realtime.
Dengan sistem tersebut ketinggian muka air pada lahan gambut dapat diamati secara real time dan terus menerus melalui server yang dapat dibuka dari PC Komputer atau pun smartphone.
Ruang Lingkup Pekerjaan
• Site survei pemilihan lokasi
• Pengadaan unit peralatan water level sensor beserta dudukan instalasi dan maintenance free battery, controller, solar cell untuk power supply
• Instalasi di lokasi
• Sosialisasi sistem monitoring berbasis web kepada pengelola lahan gambut termasuk masyarakat terkait aktivitas di sekitar perkebunan
• Laporan dan Dokumentasi Pemasangan.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi kantor kami PT LUWES INOVASI MANDIRI.