Restorasi gambut mustahil untuk mencapai 100% sama persis ketika gambut belum terbakar. Yang bisa dilakukan saat ini adalah membuat ekosistem gambut menyerupai kondisi aslinya.
Untuk itu, salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan menjaga tinggi muka air yang terkandung di dalam gambut. "Saya kira mustahil (untuk menjadi sama persis kondisi awal), kita hanya bisa menyerupai, dan membuat vegetasi alaminya tumbuh," ucap Deputi bidang Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut (BRG) Alue Dohong saat ditemui di tengah kunjungan lapangan dalam rangka Simposium Lahan Gambut Internasional di Desa Gohong, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Senin (19/12).
Dengan menjaga muka air, lanjut dia, maka vegetasi alami akan tumbuh. Hal itulah yang terjadi di lokasi yang menjadi kawasan peninjauan BRG beserta peserta simposium untuk melihat pembuatan Sekat Kanal serta Sumur Bor, di Desa Gohong tersebut.
Dikatakan Alue, lahan gambut di kawasan tersebut terbakar pada tahun 2015. Akan tetapi, selama setahun setelah kebakaran, Pohon Gelam yang merupakan vegetasi alami tumbuh dengan sendirinya.
"Memang pada awalnya yang tumbuh adalah paku-pakuan, tapi seiring berjalannya waktu, gelam ini turut tumbuh da menghasilkan tutupan pohon yang rapat," imbuh dia.
Jika sudah demikian, maka tutupan pohon tersebut akan membuat paku-pakuan menghilang. Karena pada dasarnya paku-pakuan tidak tahan terhadap tutupan rapat. Dengan demikian, paku-pakuan yang merupakan tanaman yang mudah terbakar tidak akan mengancam ekosistem tersebut kembali.
Menjaga muka air, memiliki banyak keuntungan. Selain membuat vegetasi alami kembali tumbuh, juga untuk mengembalikan kelembapan terhadap lahan gambut agar tidak mudah terbakar. Selain itu, vegetasi alami yang tumbuh dapat memangkas biaya yang dibuthkan untuk intervensi yang menurutnya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya intervensi seperti membangun sekat kanal maupun melakukan penyemprotan secara manual menggunakan sumur bor yang selama ini diinisiasi BRG beserta dengan Masyarakat Peduli Api.
Di Pulang Pisau, 33 sekat skla kecil (tabat) dibangun di tahun ini. Sementara untuk tahun depan, direncanakan pembangunan 70 Sekat besar oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta 3.000 tabat oleh BRG.
Sementara untuk Gelam yang tumbuh, Alue mnyatakan akan mencoba mengembangkan keekonomian terhadap pohon yang selama ini hanya dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan. Menurut dia, Daun dari Gelam juga dapat diekstraksi untuk kemudian dihasilkan minyak kayu putih.
"Ya, kami akan coba pengembangan kea rah sana, biar tidak hany abatangnya saja yang menjadi bahan bangunan untuk jalan maupun rumah," imbuh Alue.
Sementara itu, Kepala BRG Nazir Foead dalam kesempatan yang sama menyatakan tujuan utama atas kunjungan lapangan tersebut adalah agar para peserta yang merupakan ilmuwan serta perwakilan negara donor dapat melihat inisiasi yang dilakukan masyarakat. Nantinya, diharapkan para peserta dapat membantu kegiatan restorasi yang akan dikebut Pemerintah di tahun 2017.
"Sesuai arahan Bapak Presiden (Joko Widodo), kami harapkan di tahun depan total lahan yang terestorasi dapat mencapai 1 juta hektare," tutup dia.
*luweswatersensor/article